Total Pageviews

Wednesday, September 28, 2011

Jangan Bersedih, Semua Yang Terjadi Adalah Takdirnya

Pagi ke Rantau untuk menyelia guru pelatih.

Petangnya ada gotong-royong di persekitaran kampus.

Melihat-lihat guru pelatih membuat kerja, sempat juga bercerita dengan seorang senior, kenalan lama saya. Meskipun sudah lama kenal, dia tidak tahu kisah saya dan saya juga begitu.

Entah mengapa petang itu saya bercerita. Dia mengesat air mata, terkejut barangkali. Sedangkan saya bercerita dengan ketawa. Rupa-rupanya, ada secebis cerita saya yang menjentik ingatan terhadap sesuatu yang berkait pula dengan dirinya.

Betullah, Allah menguji kita setakat mana yang kita mampu untuk menanggung. Ujian-ujian itu selalu menjadi transisi untuk kita berubah. Kita akan jadi kuat, mengejutkan orang-orang yang mengenali kita sebelumnya. Kadang-kadang pula menjadi seketul dendam yang membakar jiwa.

Tapi adakah kita berhak menyalahkan takdir?

Cuba kita perhatikan kisah mudah ini.

Saya terlalu sayangkan pasu yang saya beli dari luar negara. Pasu mahal yang tidak mungkin ada duanya di dunia sebelah sini. Pasu itu ada kenangan yang tersendiri. Kenangan jatuh bangun kehidupan yang mengajar saya makna tabah. Tetapi suatu hari saya mengelap lantai dan kayu mop saya terjatuh ke atasnya, langsung pasu yang penuh nostalgik itu pecah berderai di lantai.

Saya tersentak di situ, merenung serpihan pasu. Kalau saya menangis air mata darah sekali pun, pasu itu tidak akan kembali ke asalnya. Kalau pun seribu sesalan saya luahkan atas kecuaian saya, tidak mungkin pasu itu bertaut sempurna.

Maka, untuk apa saya menyesal?

"Alhamdulillah, ternyata kamu wahai pasu yang meninggalkan saya terlebih dahulu, bukan saya yang meninggalkan kamu...!"

Lalu saya tersenyum, mengumpul serpihan dan membuangnya ke dalam tong sampah. Pasu yang indah itu telah pergi, tapi Allah masih menjadikan pemiliknya bernyawa. Alhamdulillah.

Saya teringat ibu saya. Setiap kali kami memecahkan pinggan atau gelas, ibu tidak marah. Dia tersenyum dan hanya mengingatkan kami supaya berhati-hati di lain kali.

Ibu selalu berkata, "sampai di sini saja hayat pinggan itu. Macam kita juga. Sekarang, hati-hati memungut serpihan kaca, jangan sampai tangan luka..."

Meskipun begitu, bukan bermakna kami boleh begitu cuai di dapur.

Begitulah juga dengan kehidupan ini. Cerita-cerita masa lalu selalu melukakan, tetapi kita hidup bukan untuk menangisinya sepanjang waktu. Walaupun ada waktu-waktunya, hati menjadi sebak namun itulah antara episod hidup yang telah ditakdirkan atas kita.

Kita kena belajar untuk menerima. Perlahan-lahan menerima. Sebab kita mentadbir tapi Dia yang mentakdir.

Mudah-mudahan bersangka baik kepada-Nya memberikan perjalanan hidup kita lebih dirahmati. Hanya Dia yang tahu hikmatnya kejadian. Apa yang kita sangka baik, kadangkala buruk untuk kita. Begitulah juga sebaliknya.

Kita yang bersifat baharu tidak ada hak untuk menghukum orang yang berbuat salah terhadap kita. Serahkan sahaja kepada Allah. Dia mengetahui segala sesuatu yang tersembunyi.

Mudah-mudahan kita tetap bersyukur biarpun hari-hari kita ada hujan dan panas.